Tik tok tik tok…
Entah sudah berapa lama Dinda
menatap layar ponselnya. Tetap saja ponselnya diam tak bergetar sama sekali. Ia
tampak gelisah, wajahnya yang oriental menerawang jauh ke layar monitor.
Sedang
apa dia? Tidakkah dia rindu dengan ku?, hanya itu yang terlintas di benak
Dinda.
Apa
mungkin dia sedang asyik berduaan dengan Kikan? Oh ya benar! Dia pasti lebih
memilih menghabiskan malam tahun baru ini dengan perempuan itu, dibandingkan
dengan aku yang bukan siapa-siapa dia. Lelah menunggu, Dinda beranjak dari
kursi empuknya di beranda kamarnya menuju tempat tidur. Badannya yang mungil
itu berjalan masuk. Tanpa menunggu lama,
ia sudah berada di alam mimpi. Matanya terlalu lelah begitu juga dengan
hatinya untuk menunggu Adrian.
∞∞∞
“Here I am
waiting,
I'll have
to leave soon,
why am I
holding on
We knew this day would come,
we knew it
all along
How did it come so fast
This is our last night,
but its
late and I'm tryin not to sleep
Cuz I know, when I wake I will have to slip away”
Daylight dari Maroon5 ini membangun
Dinda dari mimpinya, ia mencoba meraih ponselnya. Siapa sih yang telpon pagi-pagi gini?, gerutu Dinda. Ia meraba-raba
tempat tidurnya menerka di mana ponselnya berada. Digenggamnya ponsel berwarna
merah itu tanpa melihat siapa yang menghubungi langsung saja dijawab, dengan
suara yang keliatan banget kalo bangun tidur.
“Selamat
pagi sayang, happy new year ya Dindaku”, suara yang berat namun lembut itu
serentak membangunkan Dinda yang langsung duduk diatas tempat tidurnya.
“Pagi
juga bang, happy new year juga bang Andrian, semalem ke mana sih? Kok enggak
ngehubungin aku sama sekali? Lagi sibuk? Sibuk apa?”, serbu Dinda pada Adrian
yang sejak kemarin hilang tanpa kabar. Please,
jangan bilang lagi sama Kikan.
“Sebelumnya aku mau minta maaf dulu,
karena menghilang tanpa kabar. Yah, aku kemarin jalan sama Kikan, dia minta
buat nemenin aku seharian mumpung di Bandung katanya.”
“Oh, yaudahlah. Gak papa kok aku
bang”, sembari senyum pahit yang tentu saja Andrian enggak mungkin tahu. Dinda
juga enggak pengen Andrian tahu kalo sebenernya dia kecewa setengah mati.
“Kamu baru bangun tidur kan,
sekarang buruan mandi, siap-siap ya. Aku udah on the way rumah kamu. Aku mau menebus kesalahanku sama kamu.”
“Sekarang?”
“Iya lah neng Dinda, buruan
mandi gih.”
“Siap bang!”, jawab Dinda dengan
semangat sambil menutup telpon Adrian itu.
Enggak sampe 15 menit, Dinda udah
siap. Langsung turun ke bawah menuju sofa yang ada di depan TV sambil menunggu
Adrian. Maminya yang tahu kalo Dinda bakal keluar sama Adrian, mengurungkan
niatnya untuk menawari Dinda sarapan. Begitu mendengar suara motor di depan
rumah dan ia hafal betul bagaimana suara motor Adrian. Tanpa berpikir panjang
dia keluar rumah, Andria menyapanya dengan senyuman yang paling indah menurut
Dinda. Adrian pamit ke Mami Dinda yang sudah saling kenal dan akrab.
“Ke mana kita hari ini, bang?”
seraya memasang helm.
“Udah tenang aja, nanti kamu juga
tau sendiri. Sekarang pegangan yang kuat.”
Dinda
menuruti apa yang dikatakan pria bertubuh tegap, gagah, bermata hitam kelam dan
seorang atlet taekwondo yang ada di depannya ini. Dinda merangkul pinggang
Adrian, dan motor Ducatinya pun melaju kencang.
∞∞∞
Adrian dan Dinda telah sampai
ditempat makan favorit mereka Warung Pecel “Pak D”. Mereka memasuki warung
sederhana yang ada di pinggir taman kota. Posisi yang pas itu mencari rejeki.
Adrian mempersilahkan Dinda duduk layaknya putri kerajaan, yang membuat Dinda
semakin mabuk kepayang. Dinda sadar harusnya perasaan ini tidak boleh terjadi,
begitu pula hubungannya dengan Adrian ini.
Sarapan pagi ini sungguh nyaman buat
Dinda dan Adrian. Tawa canda mereka mengiringi mereka. Saat tangan Adrian
mengusap lembut bibir bawah Dinda yang belopatan, saling mencubit pipi, tangan
Adrian yang sengaja mengacak-acak rambut Dinda. Ah sungguh romantis sekali
mereka. Mereka mungkin akan menjadi pasangan terserasi dan teromantis. Setiap mata
yang memandang pasti iri dengan mereka. Andai
saja dia menjadi milikku, Tuhan.
∞∞∞
Hampir tiap malam Adrian mampir ke
rumah Dinda, entah untuk main, mengerjakan tugas kuliah atau mengajak Dinda
pergi makan malam. Tentu saja kedekatan mereka berlangsung sudah hamper 6
bulan. Mama dan Papa Dinda sudah sangat akrab dengan Adrian, mereka mendukung
apa pun yang membuat anaknya bahagia asal di jalan yang benar. Andai saja orang
tua Dinda tau, kalo sebenernya Adrian sudah memiliki kekasih. Apakah mereka
tetap akan seperti ini? Dinda tidak pernah menceritakan kebenaran yang ada, dia
takut bila dia harus dipisah dengan Adrian. Perasaan ini sudah tumbuh begitu
kuat, mungkin Adrian juga merasakannya. Mungkin.
Dinda tahu kalo Adrian terkenal
sebagai seorang player, bermain
dengan banyak wanita. Dan dia sudah mewanti-wanti
dirinya agar tidak terjebak dalam perangkap Adrian. Tapi apa yang terjadi, saat
Dinda berada di dekat Adrian, perlakuan Adrian terhadap dia. Dinda seakan lupa
apa yang sudah dia dengar soal Adrian.
Semakin lama hubungan Dinda dan
Adrian diketahui oleh beberapa teman mereka. Dan anehnya mereka bukan menentang
malah mendukungnya. Tidak sedikit yang memanas-manasi Adrian untuk segera putus
dengan Kikan. Mendengar pernyataan itu membuat Dinda bimbang. Haruskah dia
mundur atau terus maju?
∞∞∞
Dinginnya malam menusuk sampai ke
tulang, angin berhembus sepoi menerpa wajah oriental dan rambut pendek sebahu
milik Dinda. Jam sudah menunjukkan pukul 11.00 tapi mata Dinda tetap saja tak
mau tidur. Dia teringat kembali dengan kejadian tadi siang. Yang membuat
hatinya tak karuan. Galau.
∞∞∞
Sabtu,
12 Januari 2013 14:00
Dinda yang sedang makan siang dengan
Adrian di kafe dekat kampus mereka, tidak menyangka bakal kedatangan tamu yang
tak disangka, teman sekaligus sahabat Adrian. Ricky. Saat mereka berdua sedang
asyik bercanda dan bermesraan. Dengan tenang Adrian menyapa dan memeluk Ricky seakan-akan sebuah kejadian ini benar. Seperti tidak ada yang salah.
“Sejak kapan lo ada di Bandung, Ric?”
tanya Adrian sambil mempersilahkan duduk Ricky.
“Sejak tadi pagi bro, btw ini siapa?
Temen lo ato pacar baru lo?” tanya Ricky curiga.
“Oh dia, kenalin ini cewek gue,
Dinda. Dinda kenalin ini temen aku pas SMA, Ricky”. Dinda dan Ricky saling
menjabat tangan dan berkenalan. Di saat itu pula Dinda kaget bukan main dia
dikenalin ke temen Adrian sebagai pacarnya. Seharusnya dia seneng atau sedih
soal ini.
“Eh Yan, lo udah putus sama Kikan? Kapan?”
“Iye, gue udah putus. Udah lama kok.
Udahlah jangan dibahas males gue. Sampe kapan lo di sini? Lo gak buru-buru pulang kan?” Adrian mencoba mengalihkan pembicaraan mereka. Dan pada akhirnya mereka bertiga sudah
terlibat dalam obrolan seru dan lucu membuat mereka sangat akrab terutama Dinda
dan Ricky yang memang baru saja kenal.
∞∞∞
Aku
harus gimana ini? Dinda terus berpikir apa yang harus dilakukannya sambil
duduk diatas kursi empuk di beranda yang seperti biasa dia lakukan ketika
berpikir. Teringat kembali akan ucapan Ricky yang menyayangkan hubungan Adrian
yang kandas dengan Kikan membuat hati Dinda gak karuan. Dinda sadar dia gak
mungkin terus-terusan menjalin hubungan ini dengan Adrian. Dia juga merasakan
bagaimana sakitnya menjadi Kikan jika dia mengetahui semua ini. Dinda dan Kikan
bisa dibilang punya hubungan yang cukup dekat. Bagaimana kalo Kikan tahu.
Gelisah yang dialami Dinda cukup terlihat diwajahnya imut itu.
Aku harusnya
senang Adrian mengenalkan ku sebagai kekasihnya tapi kenapa aku harus galau
seperti ini?
Dinda senang dia dianggap sebagai
kekasih, tapi dia tidak bisa menerima fakta yang ada kalo dia hanya seorang
perempuan yang terlanjur cinta kepada seorang pria milik perempuan lain. Tapi semua
perlakuan Adrian sungguh membuatnya special, memberinyan surprise party di hari
kelahiran Dinda, menemani dia ketika sendirian, pokoknya Adrian selalu
memperlakukan Dinda seperti putri membuat ia mabuk kepayang. Dan itu yang membuat Dinda bingung, jika
Adrian sayang dengannya kenapa dia tidak putus dengan Kikan. Mengapa perasaan
Dinda harus digantungkan seperti ini.
Ah
sudahlah, aku sudah terlanjur sayang dengan dia, aku akan terus melangkah maju.
Kalo pun Adrian tidak memiliki rasa yang sama tidak papa. Biarkan ini mengalir.
∞∞∞
Hubungan Dinda dan Adrian tetap
berlanjut hanya sampai pada bulan ke tujuh. Dan disaat itu pula Kikan sudah
mengetahui hubungan Dinda dan Adrian. Kikan mengetahui ini dari Ricky yang
tidak sengaja bertemu Kikan di mall dan menyayangkan hubungannya dengan Adrian
yang kandas. “Sayang banget Kan, lo harus putus sama Adrian. Dan dia malah
jadian sama orang yang udah lo anggep kaya kakak lo sendiri. Tapi Dinda sama
Adrian emang serasi loh, tapi lo jangan cemburu ya kan lo sama dia udah putus
lama. Pasti abis ini lo bakal dapat cowok yang lebih baik dari Adrian kok, kan!”
cerocos Ricky yang tidak memperhatikan perubahan raut muka Kikan. Dan akhirnya
Kikan tahu semua. Dan Adrian bertengkar hebat dengan Kikan. Sementara Dinda
hanya menunggu kabar dari Adrian.
Mungkin
ini saatnya untuk pergi, meninggalkan hubungan ini, mengubur dalam-dalam
perasaan dan harapan ini. Mungkin ini yang dinamakan cinta tidak harus memiliki.
Pikir Dinda menerawang jauh.
Apa yang bisa Dinda harapkan saat
ini. Adrian tidak ada kabar, Kikan yang marah besar dengan dia. Menyakitkan memang
mengetahui kenyataan bahwa Adrian lebih memilih Kikan daripada dia. Hancur
sudah perasaan dan hidup Dinda. Ditinggalkan dan dibenci oleh orang-orang yang
dia sayang. Perlahan tapi pasti Dinda pergi dari kehidupan Kikan dan Adrian. Berharap
mereka tetap langgeng. Dinda juga sudah meminta maaf begitu pula dengan Adrian
dan Kikan. Meskipun sudah berdamai selalu saja ada yang berbeda dari setiap
kejadian ini. Adrian dan Dinda yang lost
contact, mereka pun seperti orang asing dengan beberapa kenangan.
∞∞∞
Sudah 4 tahun berlalu Dinda masih
saja sering mengingat Adrian yang belum tentu mengingatnya. Tapi perasaan ini
tetap ada untuk dia. Dinda juga sudah mulai menata hatinya untuk orang baru. Seperti
sore ini, di kafe dekat kampusnya. Dinda duduk manis sambil menyesap coklat
panas di dekat jendela. Dan orang yang ditunggu pun datang, Farhan. Yap, Dinda
sekarang sedang dekat dengan Farhan, teman abangnya itu. Pria berbadan atletis,
kulit sawo matang dan seorang pemain band itu langsung datang menghampiri
Dinda.
“Nunggu lama ya? Sorry tadi latiannya ngaret banget.” permohonan
maaf Farhan yang tak enak hati dengan Dinda.
“Ah, enggak kok. Aku juga barusan dateng.
Yuk jalan!” pinta Dinda manja yang tentu saja tidak bisa ditolak oleh Farhan.
Dalam sekejap mereka sudah ada di dalam mobil Farhan dan siap melaju ke tempat
tujuan mereka.
∞∞∞
Selamat tinggal
Adrian, kamu akan selalu menjadi seorang sahabat yang paling aku cinta. Aku di
sini sedang memperbaiki hati ku. Baik-baik kamu sama Kikan. Jangan pernah
lupain kenangan kita.